Analisis Feature "Karena Kita Nggak Pernah Tahu Jam Bangun Tidur Ibu Kartini"
Karena Kita Nggak
Pernah Tahu Jam Bangun Tidur Ibu Kartini
Ibu saya
adalah seorang perempuan yang bekerja di luar rumah. Ia bekerja sejak belum
menikah, sudah menikah, melahirkan dua bayi, bahkan hingga sekarang. Hingga
kedua bayi merahnya beranjak dewasa. Ibu saya tidak bisa memasak. Ia dibesarkan
oleh seorang perempuan yang masakannya luar biasa, tetapi dirinya tidak
menemukan minat dalam mempelajari teknik masak seperti induknya. Meski
demikian, ibu saya piawai membersihkan rumah dan melakukan hal lainnya. Bapak
kami maklum, saya maklum, adik saya maklum. Kami tidak pernah protes apabila
ibu tidak memasak pada pagi hari dan malah membekali kami dengan nasi uduk yang
dibeli di warung dekat rumah. Ah, tapi ibu selalu menyeduh susu untuk saya dan
adik saya, juga teh/kopi untuk bapak. Gulanya sedikit saja, karena ibu tidak
terlalu suka manis dan percaya bahwa keluarganya tidak BOLEH mendapat asupan
gula terlalu banyak.
Meski
tidak bisa memasak, ibu saya tetap seorang Jawa dengan pemikiran tradisional.
Bapak saya pun demikian. Tentu keluarga dengan nilai-nilai konvensional
mendambakan seorang istri yang bangun pagi, memasak, membangunkan anak,
memandikannya, memakaikan seragam, memasak makan malam, dan terakhir, membuat
rumah terasa nyaman untuk membuat semua anggota keluarganya lelap. Inginkah
bapak atau ibu saya mempunyai rutinitas keluarga seperti itu? Saya yakin mereka
mendambanya. Terutama bapak saya, yang dibesarkan di pelosok sebuah desa, di
sekitaran Boyolali – Kartasura. Yang sejak remaja ingin punya istri ayu dan
sayu. Sregep lan manut.
Tapi ibu
saya (yang sebenarnya ayu dan sregep tapi tidak sayu dan manut) itu tidak bisa
melakukan semua tugas tadi secara komplet karena dia harus bekerja di luar
rumah. Ia tidak bisa mengerjakan semuanya seorang diri. Ia butuh bapak saya.
Ketika saya masih bayi dan menangis di tengah malam, ibu saya meminta bapak
yang bangun dan mendiamkan saya, sementara energi ibu habis menjaga saya
sepanjang pagi sampai sore. Mencuci popok, menggendong buntelan daging berbobot
4,5 Kg dan membersihkan rumah. Maka ia butuh tidur. Tetapi jika yang saya
butuhkan pada tengah malam adalah ASI, maka bapak akan memberikan saya ke ibu,
lalu bapak tidur kembali........
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/widhaka/karena-kita-nggak-pernah-tahu-jam-bangun-tidur-ibu-kartini_5723199bd092736b0769dad0
Analisis Feature :
Feature tersebut merupakan feature : Minat insani / Human interest
--> Karena pada feature tersebut
menceritakan tentang kekecewaan penulis mengenai orangorang yang menjudge wanita yang bangun siang hari merupakan pemalas
Pembuka feature menggunakan Who (Siapa) yang didalam pembuka feature tersebut mencerikatan tentang ibu si penulis
Analisis 5w + 1H :
Pada feature ini 5W+1H tidak semua diterapkan, hanya beberapa unsur saja yang menonjol seperti : What, Who, Why, dan How
What (apa) = persoalan kartini masa kini yang bangun siang hari
Who (siapa) = ibu penulis dan kartini masa kini
Why (mengapa) = penulis ingin memberi tahukan bahwa tidak semua kartini masa kini yang bangun siang hari ialah pemalas, bahwa kartini-kartini tersebut memiliki alasan tersendiri mengapa ia bangun terlambat misalnya seperti tuntutan pekerjaan yang mengharuskan ia untuk lembur bekerja. Wanita-wanita tersebut memiliki tinggal lelah yang berbeda. Sehingga tidak bisa disama ratakan dengan wanita-wanita yang bangun lebih awal.
How (bagaimana) = ketika penulis membaca sebuah tulisan yang berjudul "Kepada Kartini yang Bangun Siang Hari", ia lantas menceritakan bahwa tidak semua wanita yang bangun siang itu adalah pemalas. Bahwa setiap wanita yang bangun siang hari memiliki alasannya masingmasing.
0 komentar