Terik matahari mengikuti perjalananku
menuju rumah temanku. Hawa panas tersebut terus mengikutiku disertai dengan
pemandangan kendaraan-kendaraan yang mengantri untuk melewati lampu merah. Betapa
panjangnya antrian kendaraan ini, harus berapa kali aku terhenti dikarenakan tidak
bisa mengejar lampu hijau itu? Waktu yang berjalan cepat dan hawa panas ini
senantiasa mengantarkanku ke tempat tujuan dimana temanku tinggal. Ketika kaki
menginjak lantai, aku dapat merasakan sejuknya hawa di desa Bantul ini. Setibanya
disana aku dan temanku berunding tempat wisata apakah yang akan kita kunjungi,
dan temanku memilih Taman Sari. Saat kata-kata itu terucap aku membayangkan
harus berapa lama lagi aku mengantri untuk mendapatkan sebuah lampu hijau. Dan
dugaanku ternyata semua itu benar aku dan temanku harus melewati kepadatan arus
lalulintas dan tidak lupa pula perjalanan kami ditemani oleh hawa panas.
Setibanya kami dilokasi, ternyata hawa
panas masih mengikuti kita. Dan berhubung hari itu adalah weekend maka kita
harus mengantri untuk membeli tiket. Ketika tiket ditangan kitapun langsung
memasuki kawasan wisata Taman Sari, dimana wisata yang dulunya merupakan tempat
pemandian bagi Sultan, dan juga tempat istirahat dan berganti pakaian bagi para
puteri dan selir. Seperti kebanyakan remaja saat ini, aku dan temanku mengambil
foto dengan gaya yang beragam. Seletah puas di tempat pemandian,
lalu kita menuju Pulau Cemethi dan Sumur Gumuling
yangdulunya digunakan sebagai Masjid. Dalam perjalanan ke Pulau Cemethi
tersebut kita melewati sebuah perdesaan yang ada di belakang Taman Sari. Perjalanan
yang kami tempuh begitu panjang karena kami tersetas di desa yang seperti
labirin tersebut, namun aku merasakan bahwa teriknya matahari tidak mengikuti
perjalanan kita lagi dan diganti dengan awan yang mendung dan tetesan air
hujan.